Beranda > Artikel > EMANSIPASI, adakah dalam Islam?

EMANSIPASI, adakah dalam Islam?

Oleh : al-Ustadz Anwari bin Ahmad

Wanita muslimah merupakan bagian terbesar dari komunitas masyarakat secara umum. Apabila mereka baik, niscaya masyarakatpun akan menjadi baik. Sebaliknya apabila mereka rusak, masyarakatpun akan rusak. Sungguh apabila mereka benar-benar memahami agama, hukum dan syari’at Allah, niscaya mereka akan mampu melahirkan generasi-generasi baru yang tangguh dan berguna bagi umat seluruhnya.

Di tengah perhelatan dunia Islam dewasa ini, kita merasakan alangkah banyaknya kekuatan yang hendak menarik, sekaligus mengeluarkan wanita dari agama dan syari’at Nabi-Nya shollallohu alaihi wa sallam ke jalan yang amat jauh dari jalan yang diridhoi Alloh, diantaranya adalah derasnya suara seruan kebebasan wanita yang mendapatkan sambutan gegap gempita dari sebagian kalangan yang memang berfikiran tak karuan. (Fiqh Wanita, Kamil Muhammad, hal.xxxii dengan sedikit gubahan)

Para penyeru kebebasan wanita belakangan ini, bertambah gencar dan lancar, dengan berusaha sekuat tenaga menodai kehormatan dan kedudukan para wanita, berbagai ucapan dan slogan-sloganpun dengan entengnya keluar dari mulut mereka. Semua itu pada intinya adalah untuk menyeret wanita agar supaya mempunyai kedudukan setara dengan kaum laki-laki, agar wanita meninggalkan serta menanggalkan busana (jilbab) muslimahnya, agar wanita bekerja di sektor-sektor pekerjaan kaum laki-laki, agar wanita berhias secantik mungkin supaya bertambah ayu, supel, feminim, menawan bagi kaum laki-laki ketika keluar dari tempat tinggalnya. Dan berbagai seruan-seruan lainnya yang pada lahirnya terlihat manis dan menggiurkan, namun pada hakekatnya pahit dan menghancurkan.

Langkah-langkah penjerumusan dan penyesatan seperti di atas bertambah deras lajunya dengan terbentangnya berbagai sarana informasi yang tidak lagi mengenal batas. Akhirnya melalui sarana informasi itulah, kaum wanita sangat mudah diekspos bahkan dikomersialkan. Lihatlah hampir tidak ada satupun iklan di media elektronik maupun cetak yang tidak menampilkan wanita. Bahkan sesuatu yang dulunya sangat tabu dibicarakan, kini menjadi tontonan dan menu harian. Jelas semua ini merupakan bentuk pelecehan bagi wanita. Tapi anehnya kenapa amat langka sekali wanita yang membencinya, bahkan banyak sekali dukungan dan persetujuan dari mereka?! (Fiqh Wanita, hal.ix)

Benarlah sabda Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripana fitnah kaum wanita.” (Muttafaqun alaihi)

Sebenarnya hal semacam ini tidak akan pernah terjadi bila mana para wanita berpegang teguh dengan jalan yang digariskan Alloh sejak ribuan tahun yang lalu. Yaitu sebuah solusi yang mencakup seluruh segi kehidupan wanita yang akan membawa kaum wanita ke tempat terhormat dan terhindar dari berbagai jurang kehinaan.

MAKNA EMANSIPASI WANITA

Emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan. Di zaman Romawi dulu, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua, sama halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya.

Adapun makna emansipasi wanita adalah perjuangan sejak abad ke-14 M, dalam rangka memperoleh persamaan hak dan kebebasan seperti hak kaum laki-laki (Lihat kamus ilmiyah populer hal 74-75)

Jadi para penyeru emansipasi wanita menginginkan agar para wanita disejajarkan dengan kaum pria di segala bidang kehidupan, baik dalam pendidikan, pekerjaan, perekonomian maupun dalam pemerintahan.

A. EMANSIPASI WANITA DALAM BIDANG PENDIDIKAN

Mereka menyerukan agar para wanita menuntut ilmu di bangku-bangku sekolah hingga perguruan tinggi sejajar dengan pria, sekalipun harus mengorbankan nilai-nilai agamanya. Seperti ikhtilath (campur baur dengan laki-laki), bepergian tanpa mahrom, pergaulan bebas tanpa batas, bersikap toleran terhadap kemungkaran yang ada di depan mata, yang penting bisa mendapat ijazah tang diidamkan atau berbagai gelar yang dicita-citakan.

B. EMANSIPASI WANITA DALAM BIDANG PEKERJAAN

Setelah kaum wanita lulus dalam pendidikan formal, maka tibalah gilirannya tuntutan untuk bekerja. Tidak mau kalah dengan kaum laki-laki. Maka merekapun memasuki sektor-sektor pekerjaan kaum laki-laki, bercampur baur dengan mereka, yang sudah pasti hal ini akan menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain :

1. Timbulnya pengangguran bagi kaum pria. Sebab lapangan pekerjaan telah dibanjiri oleh kebanyakan kaum wanita.

2. Pecahnya keharmonisan rumah tangga. Sebab sang ibu lalai dengan tugas-tugas utamanya dalam rumah, seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, melayani suami dan anggota keluarga. Akibatnya, rumah tangga-pun berantakan tak terurus.

3. Keadaan perkembangan anak kurang terkontrol. Lantaran ayah dan ibu sibuk bekerja di luar rumah. Dari celah inilah, akhirnya muncul dengan subur kenakalan anak-anak dan remaja.

4. Terjadinya percekcokkan dan perseteruan antara suami istri dikarenakan ketika suami menuntut pelayanan dari sang istri dengan sebaik-baiknya, si istri merasa capek dan lelah, lantaran seharian kerja di luar rumah.

5. Terjadinya perselingkuhan. Karena di tempat kerja, tidak ada lagi larangan bercampur antara lain jenis, dandanan yang menggoda lawan jenisnya dan selainnya dari malapetaka yang hanya Allohlah Maha mengetahuinya. Semoga Alloh memberi petunjuk kepada kita semua. Semestinya, kaum wanita menjadikan rumahnya seperti istananya, karena memang itulah (rumah) medan kerja mereka. Alloh berfirman :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamun tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. (Al-Ahzab : 33)

Rasululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“Dan wanita adalah penanggung jawab di dalam rumah suaminya ia akan di minta pertanggung jawabannya atas tugasnya.” (HR. Bukhori Muslim)

Pada hakekatnya, Alloh tidaklah membebani kaum wanita untuk bekerja mencari nafkah keluarga, karena itu merupakan kewajiban kaum laki-laki. Alloh berfirman :

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf (baik).” (Al-Baqoroh : 233)

Jadi, seorang istri merupakan tanggungan suami, begitu juga seorang putri, tanggungan orang tua. Karenanya, apabila seorang wanita memaksakan dirinya untuk bekerja menjadi wanita karir –misalnya-, maka pada hakikatnya dia telah merusak citra dirinya sendiri, karena bagaimanapun juga, wanita tidak bakalan sanggup menandingi kaum pria dalam sega pekerjaan lantaran beberapa kelemahan yang ada pada diri wanita, seperti, kekuatan fisik yang lemah, mengalami haidh, hamil, melahirkan, nifas, menyusui, mengasuh anak, sehingga mereka tidak punya waktu penuh dan tenaga ekstra kuat yang mampu mengimbangi kaum laki-laki. (lihat Mas’uliyatul Mar’atil Muslimah hal. 78)

C. EMANSIPASI WANITA DI BIDANG PEREKONOMIAN

Telah dijelaskan di atas, bahwa mayoritas wanita zaman sekarang ini, begitu mudah tergiur dan terbujuk dengan slogan emansipasi ini, sehingga mereka beramai-ramai berusaha mencari tambahan pemasukan guna meningkatkan taraf hidup mereka, sekalipun harus melanggar syari’at, seperti bekerja membungakan uang pinjaman, padahal ia termasuk riba.

Alloh berfirman :

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Alloh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqoroh: 275)

Firman-Nya pula :

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

“Alloh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (QS’Al-Baqoroh :176)

Atau bekerja menawarkan produk-produk tertentu dengan menampilkan dan memamerkan kecantikannya walau harus membuka auratnya. Padahal Rosululloh Muhammad shollallohu alaihi wa sallam bersabda :

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ

“Wanita itu adalah aurat” (HR. Tirmadzi dan berkata hasan shohih)

Adapun yang dimaksud aurat wanita muslimah dalam hadits ini adalah semua anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sebagian ulama berpendapat seluruh tubuh wanita aurot tanpa kecuali.

D. EMANSIPASI WANITA DALAM BIDANG PEMERINTAHAN

Hal ini terjadi disebabkan antusiasnya kaum hawa untuk terjun dalam kancah politik. Padahal anggota (yang dipimpinnya) mayoritas terdiri dari kaum laki-laki. Seperti ini banyak kita saksikan di sekolah-sekolah, kantor-kantor, lembaga-lembaga, instansi, maupun di berbagai sektor pekerjaan. Hal ini sangat bertentangan dengan firman Alloh :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).”(QS.An-Nisa’ : 34)

Firman-Nya pula

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى

“Dan orang laki-laki tidaklah sama seperti orang perempuan.” (Ali Imron : 36)

Inilah beberapa dalil Al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi hujjah dan bantahan atas para penyeru slogan emansipasi kaum wanita. Dari uraian di muka, pembaca yang budiman dapat mengetahui bahwa emansipasi wanita berseberangan dengan syari’at Islam. Adapun uraian tentang hak dan kewajiban wanita dalam Islam, membutuhkan tulisan yang panjang, tidak cukup dalam lembaran yang sedikit ini. Semoga Alloh menjaga kaum muslimin semuanya dari tipu daya musuh-musuh-Nya

Kategori:Artikel Tag:, ,
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar